Minggu, 28 April 2013

V-Class "Pengelolaan Proyek Sist. Informasi"





Pre Test
Menurut anda seberapa penting dilakukan tes penerimaa terhadap system yang dibuat ? Jelaskan jawaban anda.

Jawab :
Sangat penting, karena dengan melakukan tes penerimaan terhadap eystem yang dibuat kita bias mengetahui apakah produk (system) yang dibuat/dikembangkan sudah sesuai dengan keinginan user, apakah user sudah puas dengan produk (system) tersebut, apakah produk (system) yang dibuat dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah kita janjikan.

Post Test
Apa saja yang perlu di cek pda kegiatan “Rencana Penerimaa” ? Sebutkan dan Jelaskan.

Jawab :
Hal-hal yang perlu di cek pada kegiatan “Rencana Penerimaan” adalah :

1.      PERIODE PERCOBAAN ATAU PARALLEL RUN (THE TRIAL PERIOD OR PARALLEL RUN)

Periode percobaan atau parallel run adalah pendekatan yang paling umum untuk penerimaan. Menggunakan pendekatan “Periode Percobaan‟ tim proyek mudah memasang sistem baru untuk dicoba oleh user. Pendekatan “Parallel Run” menambahkan dimensi untuk peralihan sistem lama yang sudah berjalan dengan baik sebagai perbandingan dan cadangan.

Beberapa kekurangan pada Periode Paralel Run diantaranya :

a.       Masalah kecil dapat membuat anda menjalankan kembali selama “x” untuk jangka waktu yag tidak terbatas.
b.      Sulit untuk mencari penyebab dari suatu masalah.
c.       Tidak ada jaminan bahwa semua kelebihan sistem akan dicoba.
d.      biarkan end user masuk ke sistem pada hari pertama yang penerapannya tidak selalu bermanfaat.

2.  PENERIMAAN YANG LENGKAP SEDIKIT DEMI SEDIKIT (A THOROUGH BUT PIECEMEAL ACCEPTANCE)

Manfaat dari pendekatan ini adalah :

·      Dapat mendemonstrasikan semua fungsi yang dijanjikan. Semua tindakan yang menyebabkan masalah selalu diketahui dengan tepat siapa yang mengetik ketika masalah terjadi. User tidak merasa takut tentang semuanya.

3.      MEMASTIKAN BAHWA SEMUA YANG DIJANJIKAN AKAN DIUJI (ENSURING THAT ALL THE PROMISES ARE TESTED)

·         Untuk memastikan semua yang dijanjikan akan di tes langsung melalui spesifikasi fungsi halaman demi halaman, paragraf demi paragraf dan buat daftar semua fungsi yang dapat di tes.

4.      MENGGUNAKAN DESIGN (USING THE DESIGN)

·         Design membantu untuk mengelompokkan tes ke dalam serangkaian tes yang mendemonstrasikan fungsi utama.

5.      MENULIS PERCOBAAN (WRITING TEST)

·         Hal ini dilakukan pada saat anda sudah siap menetukan bagaimana anda akan menguji item ketika pengisian pada metode percobaan.


6.    DAFTAR RENCANA TES PENERIMAAN (THE ACCEPTANCE TEST PLAN CHECKLIST)

·    Definisikan percobaan dan kumpulkan percobaan. Tetapkan tanggung jawab untuk menulis percobaan. Klien dan tim proyek mengetahui bahwa ATP akan ditinjau kembali, direvisi jika perludan ditandatangani user. Hasilkan fungsi vs rabel percobaan.
Tanggung jawab untuk percobaan data telah dtetapkan.

7.      KESIMPULAN UNTUK RENCANA TES PENERIMAAN (CONCLUSION TO THE ACCEPTANCE TEST PLAN) 

·            Anda dapat melakukan tes penerimaan secara berlebihan. Anjurkan user untuk menulis ATP jika dia mampu. Hal ini akan memberikan dia perasaan mengawasi tim proyek harus membangun sistem melalui percobaan.

8.              KESIMPULAN UNTUK TAHAP DESIGN (CONCLUSION TO THE DESIGN PHASE)

·        Dokumen spesifikasi design memuat design akhir tingkat atas melalui design tingkat menengah. Tanggung jawab ATP disahkan dan dimulai. Rencana proyek.


Rabu, 17 April 2013

UU ITE dan Batasan Penggunaannya


UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) adalah suatu hokum yang mengatur pengguna informasi dan traksaksi elektronik yang dilakukan dengan media elektronik. Penggunaan teknologi informasi diatur dalam  UU no. 36 tahun 1999 yang kemudian disahkan pada tanggal 25 Maret 2008.

Cakupan UU ITE dapat dilihat dari struktur UU ITE, yaitu :

BAB I            :           Ketentuan UMUM
BAB II           :           Asas dan Tujuan
BAB III          :           Informasi, Dokumentasi, dan Tanda Tangan Elektronik
BAB IV          :           Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik
BAB V           :           Transaksi Elektronik
BAB VI          :           Nama Domain, HAKI, dan Perlindungan Hak Pribadi
BAB VII         :           Perbuatan Yang Dilarang
BAB VIII       :           Penyelesaian Sengketa
BAB IX         :           Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat
BAB X           :           Penyidikan
BAB XI          :           Ketentuan Pidana
BAB XII         :           Ketentuan Peralihan
BAB XIII       :           Ketentuan Penutup

Pada Bab VII (pasal 27-37) dijelaskan perbuatan yang dilarang dalam penggunaan teknologi informasi.

·         Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
·         Pasal 28 (Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan Permusuhan)
·         Pasal 29 (Ancaman, Kekerasan, dan Menakut-nakuti)
·         Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin)
·         Pasal 31 (Intersepsi/Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
·         Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan, dan Membuka Informasi Rahasia)
·         Pasal 33 (Membuat Sistem Elektronik Tidak Bekerja (Virus))
·        Pasal 34 (Melawan hokum, Memproduksi, Menjual, Mendistribusikan, Menyediakan, dan Memiliki)
·         Pasal 35 (Menjadikan Seolah-olah Dokumen Otentik (phising))
·         Pasal 36 (Melawan hokum dari Pasal 27-34)
·      Pasal 37 (Melawan hokum dari Pasal 27-36 diluar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah Yurisdiksi Indonesia)

Dari cangkupan UU ITE tersebut  terdapatlah batasan dalam menggunakan ITE. Batasan-batasan tersebut pada dasarkan dapat memberikan tuntunan, dan juga dapat di gunakan untuk menjaga norma-norma bangsa Indonesia. Batasan tersebut juga memiliki ketentuan pidana, dan jika melanggar batasan tersebut maka para pelanggarnya dikenakan sanksi berupa hokum pidana yang telah di jelaskan dalam UU ITE tersebut.

Akan tetapi pada dasarnya batasan tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap pengguna/pemakai teknolgi infomasi elektronik itu sendiri, di karenakan di Negara Indonesia tidak adanya ketegasan mengenai hokum tersebut sehingga UU ITE tersebut memiliki banyak kendala dalam penegakan hukumnya, misalnya saja seperti :

·         Belum adanya single identity number di Indonesia.
·         Banyak korban yang tidak melapor atas kejahatan cybercrime.
·    Masih terbatasnya infrastruktur serta alat dan perangkat di bidang Teknologi Informasi yang dibutuhkan.


Sumber :